TEMPOCO, Jakarta - Sutan Takdir Alisjahbana kerap pula ditulis dengan inisial STA, merupakan budayawan, sastrawan, ahli tata bahasa Indonesia, sekaligus salah satu pendiri Universitas Nasional Jakarta. Lahir 11 Februari 1908 di Mandailing Natal, Sumatera Utara, STA tutup usia pada 31 Juli 1993, di umur 85 tahun. Sosok STA mengawali pendidikan di bangku Sekolah Dasar HIS Bengkulu.
Foto milik pribadi Tan MalakaTan Malaka, merupakan seorang pahlawan yang terlupakan. Namanya sulit sekali ditemukan dalam buku pelajaran, saat bersekolah. Pemikirannya terhadap kemerdekaan dan ketidakadilan kolonialisme haruslah diacungi jempol. Pemikiran-pemikirannya menjadikan Tan Malaka sebagai buronan Belanda dan menghabiskan separuh hidupnya dengan bersembunyi serta menggunakan nama samaran agar tidak dan Perjuangan Tan MalakaTan Malaka memiliki nama asli Sutan Ibrahim dengan gelar Datuk Sutan Malaka yang lahir pada tanggal 2 Juni 1897 di Suliki, Sumatra barat. Merupakan seseorang yang berasal dari keluarga bangsawan, di mana Tan diberi keleluasaan untuk sekolah di Kweekschool Sekolah Guru, Bukittinggi. Kemudian Tan melanjutkan sekolahnya di negeri Belanda yaitu Rijskweekschool, hal tersebut didukung karena kecerdasan yang dimiliki oleh Tan malaka dan adanya bantuan dana yang diberikan oleh orang-orang yang berada di kampung halamannya serta GH Horensma guru yang membantu dan melihat potensi dimiliki Tan menyelesaikan studinya di Belanda, Tan kembali ke Indonesia dan menjadi pengajar. Namun, kemudian Tan memilih untuk merantau ke Semarang dan bergabung dengan serikat Islam cabang Semarang. Tan Malaka menjalani hidupnya secara nomad dari satu negara ke negara lainnya, salah satunya ialah Rusia yang menguat menjadi Uni Soviet. Di sana Tan menjadi anggota dari Comintern yaitu Komunis Internasional. Setelah perang dunia II, tan menggunakan berbagai macam nama penyamaran, seperti Ilyas Husein, Ossorio, Ong Soong Lee, Alisio Rivera, dan Hasan akhir masa pendudukan Jepang di wilayah Indonesia, Tan menyamar sebagai seorang mandor di daerah Banten yang kemudian menghabiskan waktunya untuk menulis sebuah buku yang berjudul MadilogPada zaman revolusi, Tan dianggap sebagai otak dari adanya peristiwa 3 Juli 1946. Tan Malaka menentang hasil perundingan antara Republik Indonesia dengan Belanda, Tan menuntut kemerdekaan 100 persen dari para penjajah. Tan menulis sebuah buku yang berjudul Gerpolek, di dalam buku tersebut terdapat konsep-konsep perlawanan menurut Tan Malaka yang dapat dilakukan untuk melawan Imperialisme. Gerpolek ditulis ketika meringkuk di dalam penjara tanpa adanya dukungan informasi kepustakaan apa perjuangan tan Malaka memiliki empat pesan perjuangan, yaituPerjuangan seorang praksis, yang di mana pemikirannya terdapat dalam Madilog yang mencari solusi dalam lingkungan atau wilayah bangsanya budaya Minangkabau yang tercermin dalam cara berpikir dialektis yang berproses sesuai dengan tempat dan Tan MalakaTan Malaka ingin berupaya mewujudkan pendidikan yang mendahulukan kearifan lokal, agar masyarakat dapat memperoleh bekal untuk kehidupannya kelak. Pendidikan praksis Tan Malaka diwujudkannya di sekolah Sarekat Islam SIPemikiran pembangunan bangsa melalui pendidikan sudah dipikirkan dan dilaksanakan oleh Tan dalam tujuan programnya. pendidikan yang harus dibangun, yakniWajib belajar bagi seluruh penduduk Indonesia secara cuma-cuma sampai umur 17 tahun dengan bahasa Indonesia sebagai pengantar dan bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang sistem pelajaran sekarang serta menyusun sistem yang langsung berdasarkan atas kepentingan-kepentingan negara Indonesia yang sudah ada dan akan serta memperbanyak jumlah sekolah kejuruan, pertanian, perdagangan, dsb. Memperbanyak dan memperbaiki sekola bagi para pegawai tinggi di lapangan teknik dan yang dimiliki oleh Tan malaka, dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satu paham yang menempel dalam diri Tan ialah Marxisme, yaitu sebuah paham yang mengikuti pemikiran Karl Marx yakni Materialisme, Dialektika, dan Historis. Namun, karena adanya perbedaan kondisi sosial dan geografi antara Indonesia dan eropa Tan memikirkan nasib bangsanya yang masih terjajah oleh kolonialisme. Tan, menuangkan pemikiran-pemikirannya di dalam buku yang berjudul Madilog. Pandangannya terhadap materialisme ialah cara berpikir yang tepat berdasarkan materi yang terwujud dalam berbagai bentuk. Kemudian, pemikiran mengenai Dialektika adalah pertentangan, pergerakan yang menuju perkembangan cara berpikir. Logika ialah ilmu berpikir yang perlu pertimbangan. Penjelasan tentang cara pikir sebagai pemikiran dalam memahami berbagai permasalahan politik yang ada pada masa itu dalam induksi, deduksi, dan verifikasi, sebagai pekerjaan sumbu logika. Sehingga materialisme adalah metode awalnya, dialektika adalah kritisme dari materialisme dan penutupnya ialah bukunya yang berjudul dari penjara ke penjara, Tan menjelaskan Syarat untuk menjadi suatu negara merdeka harus jelas. Ilmu kenegaraan yang resmi mendefinisikan negara merdeka hanya menggunakan tiga syarat saja, yaitu tentang daerah penduduk dan juga pemerintah. Tan merasa perlunya ada koreksi dan juga tambahan karena negara modern tidak dapat hidup dengan aman apabila hanya mengandalkan tiga syarat itu saja. Sekurang-kurangnya haruslah ada tiga syarat lagi, yakni perindustrian, bahan logam mentah dan letak yang Tan Malaka inilah yang membuatnya memiliki julukan sebagai Bapak Republik Indonesia karena beliau merupakan orang pertama yang menulis konsep mengenai Republik Indonesia. Julukan tersebut diberikan oleh Muhammad yamin. Bahkan, Soekarno sendiri mengaggumi pemikiran politik yang dimiliki oleh Tan seseorang yang juga berperan dalam kemerdekaan Indonesia, sepatutnya para pelajar mulai mengenal sosok Tan Malaka. Pemikiran dan perjuangan sangat cemerlang. Kita dapat mengenal sosoknya melalui beberapa karyanya, seperti buku Madilog, gerpolek, Aksi Massa, tanggal 21 Februari 1949 Tan Malaka terbunuh oleh pasukan dari batalion Sikatan, Divisi Brawijaya di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur. Perintah untuk membunuh Tan Malaka diberikan oleh Letda. Soekotjo, yang dianggap sebagai "orang kanan sekali yang beropini Tan Malaka harus dihabisi" oleh seorang sejarawan yang bernama Harry Poeze. Setelah terjadi pembunuhan terhadap TanMalaka, Hatta memberhentikan Sungkono sebagai Panglima Divisi Jawa Timur serta Surachmat yang menjadi Komandan Brigade karena kesembronoannya dalam mengatasi kelompok Tan jasad Tan dikubur masih menjadi misteri, namun menurut Poeze yang merupakan seorang peneliti sejarah hidup Tan Malaka meyakini bahwa jasad Tan tidak dibuang ke sungai Brantas, sebagaimna dituliskan oleh sejarah, tetapi dikuburkan di halaman markas militer di dekat peristiwa penembakan akhir hidup dari Tan Malaka, seorang pahlawan yang harus mati di tangan militer dari bangsanya sendiri, bangsa yang selama ini ia bela puluhan tahun. padahal, pada saat itu Tan sedang menjadi pemimpin barisan dari gerakan gerilyawan melawan para penjajag demi mencapai kemerdekaan yang 100% bagi bangsanya. Boleh jadi, sejarah memang telah menghendakinya untuk mati sebagai tumbal dari Masykur Arif. 2018. Tan Malaka Sebuah Biografi Lengkap. Yogyakarta Laksana.

KBRN Bukittinggi: Komandan Lanud Kolonel Pnb M.R.YFahlefie, S.sos., psc, beserta Ketua PIA Ardhya Garini Cabang 14/D I Lanud Sutan Sjahrir Ny. Fifi M.R.Y Fahlefie, melaksanakan shalat Idul Fitri 1443 Hijriyah bersama keluarga besar Lanud Sut dan masyarakat sekitar yang di gelar

KBRNBukittinggi; Dalam rangka giat Operasi Gaktib (Opsgaktib) Satuan Polisi Militer Angkatan Udara (Satpomau) Lanud Sutan Sjahrir dengan sandi Waspada Wira Elang 2022, menggelar kegiatannya di depan pintu masuk Mako Lanud dan di depan Sekolah Angkasa Lanud Sut. Rabu, (16/2/2022). Opsgaktib

BermawiSutan Rajo Ameh: 1945: 1945: 2. Iskandar Teja Kusuma: 1945: 1945: 3. Djamin Datuk Bagindo. Djamin Datuk Bagindo (lahir 31 Januari 1906 - meninggal di Bukittinggi, 1 Maret 1995 pada umur 89 tahun). 1945: 1947: 4. S.H. gelar Datuk Nan Basa (lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat, 10 Agustus 1964). Wakil: H. Irwandi, S.H. (lahir di Kota
Vidiyang diketahui berasal dari Minangkabau, persisnya Bukittinggi, Sumatra Barat (Sumbar), pun mendapat gelar dari ninik mamak kaumnya. Gelar yang diberikan kepada Vidi Aldiano adalah Sutan Sari Alam. Sehingga nama lengkapnya jadi Vidi Aldiano Sutan Sari Alam. Di Minangkabau, memang . 240 325 285 343 188 38 466 367

gelar sutan di bukittinggi